Krontjong Toegoe di Tokyo: Part 2
Saya ingin sekali bertemu dengan Maria itu di Jepang. Saya lupa nama belakangnya. Maria siapa, ya? Hehehe. Ingin melihat langsung wajahnya. Tapi sampai hari kedua hingga malam selesai, belum kesampaian juga. Sedikit kecewa, tapi mengenang bagaimana kami mengisi hari itu membuat saya tersenyum.
Dari penginapan di daerah Musashi Koyama, kami memakai sepatu hitam resmi untuk penampilan hari kedua sebagai penampilan utama kami di Tokyo. Sore yang cerah. Kami terlihat gagah sekali, apalagi atasan yang akan kami pakai adalah beskap Betawi. Lalu, tampilnya di hotel Gajoen yang merupakan salah satu hotel terbaik di Jepang. Siap tempur.
Sampai di hotel yang dibangun pada 1935 dan dulu dikenal sebagai Istana Dewa Naga itu, saya terkagum-kagum. Di atas semua kekaguman akan tata ruang dan keindahannya, saya merasa bahwa orang Jepang adalah orang yang berdedikasi sangat tinggi untuk apa saja yang dikerjakannya. Semua terlihat indah, rinci, megah dan merupakan hasil obsesi arsitektur yang hebat. Sangat tidak heran ketika kemudian saya membaca bahwa hotel ini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Acara yang dihadiri para pejabat dan pegawai KBRI serta para pemimpin perusahaan besar di Jepang itu berjalan dengan sangat baik. Kami membawakan semua lagu yang yang kami siapkan dengan cukup baik, nyaris sesuai latihan di Jakarta. Seberapa nyaris? Tanya saja ke teman-teman yang lain. Tamu yang hadir ikut bernyanyi, hati kami senang bukan main. Kami mengombinasi lagu berbahasa Indonesia dan Jepang. Seperti lazimnya acara jaman sekarang, kami juga menutup malam di hotel itu dengan foto-foto.
Oh ya, saya lupa. Pada hari pertama kami tiba di Tokyo, musim sakura sudah lewat. Jadi kami tidak berkesempatan melihat bunga itu. Sedih, sih, tapi mau bagaimana lagi? Tetapi saya tetap berharap dapat bertemu dengan Maria itu.
Keluar dari hotel, kami menuju sebuah restoran, naik mobil yang dikendarai Pak Anto dan Pak Muhid. Di restoran kami makan dengan lahap dan sedikit aducepat karena lapar. Mungkin sudah jam 9 malam. Semua bergembira karena makanan enak dan di restoran itu kami boleh merokok. Yes! Khusus untuk penyanyi, kegembiraan juga tercipta dari rasa terlepas dari beban harus menghafal lirik. Bebasssss.
Makan malam selesai, lalu kami menuju Shibuya, kawasan bisnis dan komersial paling ramai di Tokyo. Kami memakai satu mobil saja, mobil Pak Anto. Dalam perjalanan kami nyaris tidak berhenti tertawa. Seberapa nyarisnya, tanya saja ke teman-teman. Stasiun Shibuya adalah stasiun paling ramai di Jepang. Perempatannya mungkin adalah penyeberangan jalan paling ramai di dunia. Sekali menyeberang, jumlah manusia bisa mencapai 2.500 orang. Stasiun itu sendiri setiap hari digunakan oleh kurang lebih 2,4 juta orang. Kami turun dari mobil, berjalan sebentar, lalu bertemu dengan sekelompok anak muda yang memegang kertas bertuliskan "free hugs". Semua yang datang boleh memeluk mereka dengan erat, lama, dan sampai berputar-putar hingga terlihat seperti orang berdansa sambil berpelukan erat. Saya tidak ikut berpelukan. Bukan karena tidak ada Maria itu di situ, tetapi karena tidak mau saja.
Di kawasan itu juga ada patung Hachiko, anjing yang ternama itu. Kami termasuk pengunjung yang berfoto bersama di patung itu. Lalu kami menyebar, dan seperti biasa, anak-anak muda di kelompok kami memilih jalan yang lebih menantang jiwa muda mereka. Kami, yang senior, masuk ke sebuah kedai kopi yang pemiliknya istimewa: bisa dan mau berbicara dalam bahasa Inggris. Itu kedai kopi, tetapi saya memesan es krim. Aduh, enak sekali. Es krim itu seolah meluruhkan segala lelah hasil kegiatan sepanjang hari. Oh ya, menurut saya, bahasa Indonesia-nya ice cream harusnya "krim es", bukan "es krim".
Mundur ke belakang. Sebelum sore hari berangkat ke hotel Gajoen, kami menyempatkan diri berjalan-jalan di Musashi Koyama Palm Street, sebuah kawasan belanja sepanjang 800 meter dan dibuka pada tahun 1956. Ramai. Di situ, kami kembali mengambil gambar untuk video klip, makan dan belanja. Atas kemurahan hati Arend, pemain biola kami, saya bisa membeli sepasang sepatu bekas pakai di sebuah toko bernama Mode Off. Sepatunya keren sekali. Bahan dan warnanya nyaris sama dengan sepatu bekas yang saya beli tiga tahun lalu di pasar loak di Alfama, kawasan kota tua di Lisboa, Portugal. Seberapa nyarisnya, tidak usahlah bertanya-tanya. Saya ingin menyertakan foto sepatu itu di sini, tapi saya malu. Terlalu keren, sih.
Oh ya, saya suka membeli sepatu atau pakaian bekas. Bagi saya, sebuah sepatu telah menjadi sepatu setelah cukup lama dipakai, setelah melewati cukup waktu untuk mengabdi sebagai alas kaki, sebagai sepatu. Sama dengan gitar. Saya juga yakin bahwa celana jins telah menjadi celana jins setelah tampak sudah lama dipakai.
Oh ya, mungkin Anda penasaran soal Maria itu, yang saya ingin lihat secara langsung? Saya baru ingat. Dia tidak punya nama belakang. Terlahir sebagai Itō Ayaka pada tahun 1987, dia adalah seorang penyanyi pop Jepang dan nama panggungnya adalah Maria. Maria saja. Anda kecewa karena berharap cerita tentang Maria yang lain, yang bukan itu? Silakan. Terserah. Hak Anda. Saya tidak peduli. Persetan.
Di bagian pertama tulisan tentang perjalanan ke Tokyo ini, saya juga lupa menceritakan bahwa kami sempat berfoto bersama Pak Anies Baswedan di SRIT, atas inisiatif beliau. Kami juga mendengar Jakarta sedang kacau dan tegang. Pak Anies hadir di sana untuk acara buka puasa, di sela kegiatan meeting-nya. Di SRIT itu, di samping sekolah, berdiri masjid Tokyo yang pada waktu Idul Fitri jumlah pengunjungnya bisa mencapai lebih dari 2000 orang. Dan keesokannya, sebelum tampil di hotel Gajoen, kami sempat mampir lagi di sana, mengambil alat-alat musik yang dititipkan.
Ada satu hal lagi yang ingin saya ceritakan soal penampilan kami di hotel Gajoen. Sepatu hitam resmi yang kami pakai saat berangkat menuju hotel, yang membuat kami tampak gagah dan berwibawa itu, ternyata harus dilepaskan di depan ruang acara. Dengan atasan beskap, di bawah celana hitam yang terstrika rapi, kami hanya mengenakan kaus kaki. Unik, kan?
Oh ya, lagu yang kami ambil gambarnya untuk video musik adalah lagu yang video liriknya ada di tautan di bawah ini. Selamat mendengarkan, sambil menanti video musik berisi gambar-gambar yang kami ambil di Tokyo, yang akan kami luncurkan minggu depan.
menarik sekali....
ReplyDeletenext time jika bertemu dgn Maria salam ya...
Hahaha menarik ndeok...persetan dengan Maria....:)
ReplyDelete